Keresahan Pertamaku
Keresahan pertamaku yang ingin kubagikan adalah keresahan yang berawal dari pola pikir yang selalu berubah atau labil.
Ya memang tak bisa dipungkiri aku adalah bagian dari remaja-remaja lainnya yang mengalami proses dalam mencari jati diri.
Tapi itu semua cuma garis besar.
The problem is....
Ya aku bejosh aku anak ketiga dari 3 adik beradik, atau anak bungsu. Aku sering merasa perkembangan aku sebagai anak paling kecil selalu dikesampingkan daripada abang dan kakakku.
Kalo mau puter waktu, aku ada kejadian yg cukup menyakitkan waktu smp. Ya waktu masa sekolah menengah pertamaku. Pada saat itu akan ada pengunguman hasil ujian nasional dan nilai akhir yang akan digunakan untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi atau biasa yang disebut sekolah menengah atas. Waktu itu aku sangat optimis bisa mendapat nilai tinggi dan bisa masuk SMA favorit pada saat itu mengikuti abang dan kakakku yang sudah masuk dan menjadi alumni pada saat itu.
Hasil pun tiba, btw pada saat itu sosmed yang membooming adalah twitter jadi anak2 seumuran atau lebih pada saat itu aktif menggunakan twitter./
Ya aku melihat tweet temanku pada saat itu mengatakan "Yey, nilai udah keluar hasilnya pun memuaskan"
Setelah membaca itu aku pun semakin optimis akan mendapat nilai tinggi.
Ternyata, semuanya berbanding terbalik dengan yang aku ekspetasikan.
Aku mendapat nilai yang ya biasa2 aja tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.
Tetapi aku tau pada saat itu aku tidak akan mungkin bisa masuk ke SMA favorit itu.
Dan setelah mengetahui nilai itu, orangtuaku memarahiku karna tidak bisa masuk ke SMA favorit itu.
Dan lebih parahnya lagi aku mengurus semua berkas untuk mendaftar ulang di SMA yang tidak diunggulkan di bidang akademik, melainkan diunggulkan dibidang olahraga, dan yang lebih sakitnya lagi aku tidak mengadakan percakapan dengan ayahku selama kurang lebih 1 bulan. Cukup menyiksa karna pada seumur itu aku sudah mengenal betapa pahitnya seperti tidak dianggap anak sendiri, dan aku diejek oleh abangku karna semuanya aku yang ngurus sendiri berbanding terbalik dengan dia yang dulu yang dibantu oleh orangtuaku.
Pahit memang, pahit, karna pada saat sekarang aku yang sudah duduk dibangku perkuliahan masih bisa mengingat detail kejadian yang kualami pada saat masa peralihan dari SMP ke SMA.
Keresahan pertamaku yang ingin kubagikan adalah keresahan yang berawal dari pola pikir yang selalu berubah atau labil.
Ya memang tak bisa dipungkiri aku adalah bagian dari remaja-remaja lainnya yang mengalami proses dalam mencari jati diri.
Tapi itu semua cuma garis besar.
The problem is....
Ya aku bejosh aku anak ketiga dari 3 adik beradik, atau anak bungsu. Aku sering merasa perkembangan aku sebagai anak paling kecil selalu dikesampingkan daripada abang dan kakakku.
Kalo mau puter waktu, aku ada kejadian yg cukup menyakitkan waktu smp. Ya waktu masa sekolah menengah pertamaku. Pada saat itu akan ada pengunguman hasil ujian nasional dan nilai akhir yang akan digunakan untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi atau biasa yang disebut sekolah menengah atas. Waktu itu aku sangat optimis bisa mendapat nilai tinggi dan bisa masuk SMA favorit pada saat itu mengikuti abang dan kakakku yang sudah masuk dan menjadi alumni pada saat itu.
Hasil pun tiba, btw pada saat itu sosmed yang membooming adalah twitter jadi anak2 seumuran atau lebih pada saat itu aktif menggunakan twitter./
Ya aku melihat tweet temanku pada saat itu mengatakan "Yey, nilai udah keluar hasilnya pun memuaskan"
Setelah membaca itu aku pun semakin optimis akan mendapat nilai tinggi.
Ternyata, semuanya berbanding terbalik dengan yang aku ekspetasikan.
Aku mendapat nilai yang ya biasa2 aja tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.
Tetapi aku tau pada saat itu aku tidak akan mungkin bisa masuk ke SMA favorit itu.
Dan setelah mengetahui nilai itu, orangtuaku memarahiku karna tidak bisa masuk ke SMA favorit itu.
Dan lebih parahnya lagi aku mengurus semua berkas untuk mendaftar ulang di SMA yang tidak diunggulkan di bidang akademik, melainkan diunggulkan dibidang olahraga, dan yang lebih sakitnya lagi aku tidak mengadakan percakapan dengan ayahku selama kurang lebih 1 bulan. Cukup menyiksa karna pada seumur itu aku sudah mengenal betapa pahitnya seperti tidak dianggap anak sendiri, dan aku diejek oleh abangku karna semuanya aku yang ngurus sendiri berbanding terbalik dengan dia yang dulu yang dibantu oleh orangtuaku.
Pahit memang, pahit, karna pada saat sekarang aku yang sudah duduk dibangku perkuliahan masih bisa mengingat detail kejadian yang kualami pada saat masa peralihan dari SMP ke SMA.
Komentar
Posting Komentar